PUSTAKA KOTA, Jakarta – Berita bohong atau hoaks, dengan sangat mudahnya ditemui di ruang digital, terutama pada media sosial (medsos) yang membuat masyarakat salah tangkap dan kerap tersesat dalam memahami semua kebenaran.
Terkait berita hoaks itu, Anggota Komisi I DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi memaparkan, ada beberapa ciri-ciri berita hoaks, salah satunya pesan yang didistribusikan via email atau media sosial.
Terkadang efeknya berita hoaks itu pun sangat luar biasa, berisi pesan yang membuat cemas dan panik para pembacanya.
Biasanya, pesan ini diakhiri dengan imbauan agar si pembaca segera meneruskan warning tersebut ke forum yang lebih luas. Namun demikian, pengirim awal hoaks ini tidak diketahui identitasnya.
“Kemudian ada bebrapa jenis-jenis informasi hoax seperti fake news, tautan jebakan, bias konfirmasi, kemudian berita yang tidak akurat atau masih ada tanda tanya dalam kebenarannya,” ujar Bobby dalam acara Webinar bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator : Menjadi Netizen Pejuang, Bersama Lawan Hoaks”, Senin (04/04/2022).
Adapun hoaks yang kerap terjadi dan ada di Indonesia, yaitu hoaks mengenai virus, atau hoaks yang terjadi pada media sosial seperti pesan berantai, hoaks urban legend, ada hoaks yang diimingi hadiah hingga pencemaran nama baik.
Pemerintah menerbitkan Undang-Undang ITE bagi penyebar hoaks, di mana mereka dapat diancam Pasal 28 ayat 1 UU ITE. Lalu dalam Pasal 45A ayat 1 UU 19 Tahun 2016, setiap orang yang melanggar dapat dijatuhkan hukuman pidana kurungan penjara hingga 6 tahun dan denda Rp1 miliar.
“Kita juga harus kritis dalam mengecek hoaks, karena itu sangat mudah dilakukan, seperti jika berupa gambar atau foto, buka saja Google Image. Klik icon kamera dan upload gambar yang mau dicek atau copas link/url gambar yang akan dicek kebenarannya,” kata Bobby.
Permasalahan kedua yakni apabila berita hoaks berupa link, cek URL- nya dan cek kredibilitas situsnya dengan mengidentifikasi pemilik situs atau admin websitenya di menu/halaman ‘About Us’ atau ‘Tentang Kami’.
Sementara itu, mengenao informasi yang di duga hoax itu diperoleh di WhatsApp, maka masyarakat bisa tanyai kepada pengirimnya,
“Ada dimana ia peroleh informasi tersebut. Jika jawabannya ‘kiriman teman’ atau ‘copas dari grup sebelah’, kita harus waspada bahwa itu kemungkinan hoaks,” Bobby.
Oleh karena itu, Oleh karena itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, menyatakan bahwa Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia.
Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.
“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” pungkasnya.