Momen Idul Adha, Meneladani Tiga Manusia Pilihan Tuhan Semesta Alam

PUSTAKA KOTA. Tangsel – Hari raya idul kurban merupakan petunjuk kebaikan bagi setiap umat muslim di seluruh penjuru dunia. Ketaatan kepada Tuhan semesta alam serta wujud sikap sabar telah ditunjukan oleh tiga sosok orang manusia pilihan Allah Subhana Waataala.

Hikayat di atas disampaikan oleh Ustaz Nur Ali Hasan, Khotib salat Idul Adha 1446 Hijriah di Masjid Jami Daarul Hikmah di Jalan Surya Kencana, Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Ritual salat sunah tersebut diikuti ribuan orang warga sekitar.

“Nabi Ibrahim alaihis salam berumah tangga puluhan tahun namun belum juga dikaruniakan penerus,” sebut Nur Ali, Jum’at (6/6/2025).

Nabi keenam tersebut padahal banyak memiliki kecukupan. Bahkan kaya raya. Namun manusia pilihan itu merasa masih ada yang mengganjal karena merasa sunyi tanpa mendengar ada tangisan anak di kediaman keluarganya.

Nabi Ibrahim manusia yang diberikan mukjizat oleh Allah SWT tetap tidak putus asa. Setiap hari selesai salat berdoa memohon kepada Allah “Robbi Habli Minassholihin”. Artinya “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”

Nabi Ibrahim tidak minta harta, kaya, anak yang pintar, punya jabatan. Tetapi yang dipintanya kepada Allah agar diberikan anak yang soleh. Akhirnya dengan Rahmat Tuhan semesta alam Nabi Ibrahim dikaruniakan anak.

Karunia hadir melalui rahim seorang istrinya wanita solehah bernama Siti Hajjar. Sehingga lahir anak yang soleh, tampan, cerdas. Seketika itu dengan hadirnya seorang bayi di tengah keluarga menjadi berubah total menjadi damai dan hangat.

Ketika Ibrahim sedang gembira, sayang-sayangnya datanglah ujian dari Allah SWT. Ujian ini adalah terberat yang dialami Nabi Ibrahim. Allah menurunkan wahyu agar Nabi Ibrahim menyembelih atau mengurbankan putranya.

“Orang tua mana yang dapat menerima ujian seberat ini. Namun, Nabi Ibrahim rela, sabar dan ikhlas menjalankan perintah Allah SWT,” kata Nur Ali.

Pada malam kedelapan bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih putranya. Nabi keenam tersebut ragu apakah perintah itu dari Allah atau syaiton. Makanya disebut hari Tarwiyah Hari berpikir. Oleh karenanya disunahkan puasa Tarwiyah.

Malam berikutnya bertepatan tanggal 9 Dzulhijjah Nabi Ibrahim kembali bermimpi yang sama. Akhirnya Nabi Ibrahim panggil keluarga yakni istrinya Siti Hajjar dan anaknya Ismail menerangkan wahyu yang muncul lewat mimpinya.

Pada hari itu ia berkeyakinan bahwa itu benar perintah Allah SWT. Makanya disebut hari Arafah. Umat muslim disunahkan untuk puasa Arafah yang dapat mengampuni dosa selama dua tahun, lalu dan akan datang.

Nabi Ibrahim lantas memanggil putra kesayangannya Ismail. “Wahai anakku, semalam aku bermimpi untuk menyembelih kamu. Bagaimana pendapatmu,” ujar Nabi Ibrahim kepada Ismail.

Di situlah doa permintaan diberikan anak yang soleh terbukti. “Wahai ayah, kalau memang ini betul-betul perintah-Nya laksanakan. Insya Allah ayah akan menjadi orang yang sabar,” jawab Ismail kepada Nabi Ibrahim.

Ali menegaskan bahwa dari peristiwa kurban ini tiga tokoh penting yang harus diteladani dalam membina hubungan rumah tangga. Umat muslim mesti menyontoh keteladanan Nabi Ibrahim sebagai figur seorang ayah dan kepala rumah tangga sabar setiap menghadapi ujian.

Situ Hajjar seorang wanita solehah, yang dengan ketakwaannya kepada Allah demi mengangkat harkat keluarga dan hormat kepada suami rela mengorbankan putra kesayangannya Ismail.

“Wanita itu adalah tiangnya negara. Insya Allah kalau wanita itu solehah maka akan baik negara ini,” tegas Nur Ali.

Sosok taulan ketika yang mesti dicontoh para generasi muda adalah Ismail. Ia figur pemuda soleh yang rela mengorbankan nyawa demi untuk menjaga martabat keluarga dan taat kepada Allah SWT.

Mukjizat Allah pun kembali terjadi. Nabi Ibrahim yang sudah bersiap menyembelih Ismail mendapatkan keajaiban. Tiba- tiba Allah menggantinya dengan seekor domba atau kambing. Allah telah membenarkan mimpi Nabi Ibrahim AS atas perintah-Nya. Kemudian Allah memberi gelar Al-Muhsinin kepada Nabi Ibrahim alaihis salam.

Allah SWT langsung memberikan predikat kepada Ismail menjadi nabi kedelapan. Beberapa tahun setelah Nabi Ibrahim AS meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail AS di Makkah, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk kembali ke Makkah. Ketika tiba di sana, Nabi Ibrahim AS menemukan bahwa Nabi Ismail AS telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat dan taat.

Allah SWT kemudian memberikan perintah kepada mereka berdua untuk membangun sebuah rumah ibadah yang akan menjadi pusat tauhid, yaitu Ka’bah.

Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS dengan penuh ketulusan dan pengabdian memulai pembangunan Ka’bah di lokasi yang sekarang dikenal sebagai Masjidil Haram. Mereka bekerja bersama-sama, mengangkat batu dan meletakkannya di tempat yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Setelah menentukan posisi yang tepat, Nabi Ibrahim AS mulai membangun pondasi Ka’bah. Kemudian, ia meminta bantuan Nabi Ismail AS untuk mencari batu terbaik yang akan dijadikan tanda bagi umat manusia.

Nabi Ismail AS bertemu dengan malaikat Jibril yang memberinya sebuah batu hitam yang kini dikenal sebagai Hajar Aswad. Dengan gembira, Nabi Ismail AS segera membawa batu tersebut kepada ayahnya. Nabi Ibrahim AS begitu bahagia hingga mencium batu tersebut berulang kali.

Setelah meletakkan batu tersebut, Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS berdoa kepada Allah SWT agar banyak orang datang ke Makkah untuk mengunjungi Ka’bah.

Doa mereka dikabulkan oleh Allah, dan kunjungan ke Makkah untuk menunaikan haji menjadi bagian dari rukun Islam yang kelima bagi mereka yang mampu. Jejak kaki Nabi Ibrahim saat membangun Ka’bah dikenang dengan nama Maqam Ibrahim. (Cep)