PUSTAKAKOTA, JAKARTA – Korban dugaan mafia tanah, Munaroh menyesali adanya pencopotan plang kepemilikan tanah miliknya di Jalan Daan Mogot Nomor 170, RT 10/01, Kelurahan Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Tindakan itu pun dikecamnya dengan mempolisikan oknum yang mencopot plang tersebut.
“Saya sangat menyesali pencopotan plang ini. Ini semakin menunjukkan adanya permainan mafia tanah,” kata Munaroh saat dikonfirmasi, Jumat (20/10/2023)
Padahal, munaroh berencana tanah miliknya tersebut dapat dimanfaatkan dengan dijadikan sebagai ruang terbuka yang dapat di nikmati manfaatnya oleh masyarakat sekitar. Terhadap itu, ia berencana akan mempolisikan.
“Saya akan laporkan tindakan ini kepada aparat penegak hukum,” ungkapnya.
Kuasa Hukum Munaroh, Judistia Aziz menegaskan akan melaporkan tindakan ini kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) POLRI. Tindakan ini dianggapnya telah mencederai hak yang warga negara yang dimiliki kliennya.
“Ini sudah masuk tindakan criminal dan harus kami tindak lanjuti dengan melaoorkan tindakan ini ke Bareskrim,” tegasnya.
Dijelaskannya, Warkah dan Nomor Objek Pajak (NOP) tanah kliennya berbeda dengan kepemilikan pihak swasta yang dilihat dari hasil lelang. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) pun masih dikenakan kepada Munaroh setiap tahunnya.
Tanah milik swasta berada di belakang, sedangkan tanah milik Munaroh yang merupakan waris dari ayahnya, Mail Bin Saijan seluas 12 ribu meter persegi berada di bagian depan menghadap Jalan Daan Mogot.
Objek sebenarnya jelas dan sah milik ahli waris Mail bin Saijan (munaroh cs) dan tidak ada sangkutannya dengan pihak swasta, justru Berdasarkan Putusan 1120/pid.B/2018/Pn.jkt.brt, perusahaan swasta tersebut telah melakukan PMH dengan mengakui objek tersebut hasil lelang.
Sebab faktanya objek hasil lelang bukan beralamat di jln daan mogot no 170, dalam hal ini atas sikap acuh dari BPN menguatkan dugaan bahwa ATR/BPN kota administrasi jakarta barat terlibat dalam perkara mafia tanah yang nyata-nyata milik ahli waris mail bin saijan (munaroh.cs)
“Jadi ini adalah objek tanah yang berbeda kalau merujuk hasil lelang perusahaan swasta. NOP yang memiliki dasar hukum undang-undang sebagai penarikan pajak masih atas nama Munaroh, tidak mungkin negara mengenakan pajak salah alamat,” jelasnya.
Selain itu, ia pun mempertanyakan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat yang membatalkan sepihak permohonan penerbitan sertifikat tanah Munaroh pada 2019 dengan alasan adanya perdamaian.
Padahal tanda terima (resi) permohonan penerbitan sertifikat tanah tersebut sudah dikantongi Munaroh sejak 2015 silam.
Begitupun surat pembatalan permohonan yang seharusnya dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat tak pernah diterima Munaroh hingga saat ini.
“Yang kami pertanyakan Munaroh berperkara dengan siapa sehingga permohonan kami dibatalkan? Kasus ini harus menjadi perhatian publik agar klien kami mendapatkan kepastian hukum,” ungkapnya.
Dia mengulas perkara pada lelang perusahaan swasta pada tahun 2013 yang memidana Lurah Kedoya saat itu, yang mana oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat menjadikan kasus ini sebagai dalih pertimbangan pencabutan dan peta bidang tanah milik Munaroh.
Padahal jika merujuk kepada Putusan Pengadilan Nomor 278/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Brt, kasus ini tidak ada relevansi dengan Munaroh.
“Mengenai putusan perkara di Tahun 2013 antara Munaroh dan perusahaan swasta itu adalah putusan NO yang tidak berdampak hukum sama sekali terhadap Munaroh. Akan tetapi dikutip tidak seutuhnya oleh Surat BPN yang mana putusan tersebut seolah-olah Munaroh gugatannya ditolak, padahal yang sebenarnya perusahaan swasta itu juga ditolak,” tutupnya.