Meski Kadang Berdampak Negatif, Sosial Media Juga Dinilai Mampu Berantas Kekerasan Online

Anggota Komisi 1 DPR RI, Kresna Dewanata Prosahk dalam webinar series bertema "Ngobrol Bareng Legislator : Peran Sosial Media Dalam Memberantas Kekerasan Online", Rabu (30/3/2022).

PUSTAKA KOTA, Jakarta – Dunia digital telah tumbuh kembang dengan sangat pesat, termasuk dalam hal ini media sosial yang memiliki berbagai dampak baik positif maupun negatif.

Para pengguna bisa merasakan kedua dampak tersebut, namun kembali lagi bagaimana cara memanfaatkannya.

Read More

Anggota Komisi 1 DPR RI, Kresna Dewanata Prosahk mengatakan, media sosial telah digunakan oleh banyak orang dengan usia yang bervariatif, mulai orang dewasa hingga anak-anak.

Pemanfaatan pun beragam mulai digunakan untuk belajar, bisnis ataupun untuk sekedar berkomunikasi.

“Media sosial sudah menjadi platform yang sudah tidak bisa kita campakkan lagi,” ujar Kresna dalam webinar series bertema “Ngobrol Bareng Legislator : Peran Sosial Media Dalam Memberantas Kekerasan Online”, Rabu (30/3/2022).

Namun, kata Kresna, tak sedikit penggunaan medial sosial juga memberikan dampak negatif, tak terkecuali aksi bullying hingga pembunuh karakter.

“Dan kegiatan-kegiatan jelek melalui media sosial. Bahkan dengan fake-fake account pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut membuat sebuah isu atau rumor yang tidak baik,” ucap wakil rakyat dari Fraksi Partai NasDem itu.

Pemanfaatan wadah digital secara negatif itu bukan hanya menimbulkan perilaku yang tidak baik saja, tapi jiga dinilai dapat mengundang tindak kekerasan online.

“Seperti cyber hacking, hacker ingin mengambil media sosial kita kemudian mengotak-atiknya. Contohnya hacker memasukan data yang tidak benar dan menjatuhkan personal dari pemilik media sosial. Banyak sekali kejadian sehingga media sosial dapat menjadi sesuatu yang negatif jika digunakan tidak semestinya,” kata Kresna.

Sementara itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan menerangkan, pihaknya hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia.

Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” kata Samuel.

Dengan pelatihan itu, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan dunia digital dan media sosial dengan bijaksana, serta kecakapan literasi digital yang mumpuni.

Saat ini tercatat indeks literasi digital Indonesia masih berada pada angka 3,49 dari skala 5, yang artinya masih dalam kategori sedang.

“Belum mencapai tahap yang lebih baik. Angka ini perlu terus kita tingkatkan sehingga menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan literasi digital,” kata Samuel.

Hal senada dengan Samuel, Direktur Riset Perdana Syndicate, Fajar Nursahid menuturkan, bahwa internet dan era digital dalam interaksi intens tidak semuanya berbentuk positif. Era digital sebagai era keberlimpahan informasi harus diimbangi dengan kedewasaan.

“Literasi digital yang rendah, orang belum cukup mempunyai kemampuan dalam dunia maya, tidak punya kesadaran, wisdom, tidak tahu komentar yang sopan seperti apa sehingga tidak ada awareness jika kekerasan online dapat menjadi kasus hukum,” papar Fajar.

Menurut Fajar, masyarakat bisa menggunakan media sosial sebagaimana mestinya untuk mengantisipasi penggunaan platform digital secara negatif.

“Dengan memanfaatkan default media sosial yang ada, seperti fitur private atau block dapat digunakan jika tidak nyaman. Pastikan jejaring yang kita gunakan untuk bergaul adalah lingkungan dan sesuatu yang positif dan bermanfaat. Hentikan siklus kekerasan, membalas kekerasan dengan kekerasan baru hanya akan melanggengkan kekerasan,” kata Fajar.

Selain itu, penerapan norma sosial pergaulan juga dinilai memiliki andil besar dalam menangani soal kekerasan secara online.

Dengan demikian, setiap pengguna media sosial, harus menciptakan ekosistem yang aman dan sehat di ruang online.

“Bergaul dengan partner in good bukan partner in crime. Literasi digital, bermedia sosial juga perlu literasi skill secara advance seperti tata cara posting, seleksi konten, mengungkapkan gagasan, batasan etis dan lainnya,” pungkasnya.

Related posts