PUSTAKA KOTA, Tangerang- Jaksa Agung ST Burhanuddin meresmikan rumah restorative justice melalui visual di 9 Kejaksaan Tinggi (Kejati) di wilayah Indonesia. Adanya rumah tersebut bertujuan sebagai tempat musyawarah masyarakat sebelum masuk ke ranah hukum atau ke kejaksaan.
“Harapannya restorative justice bertujuan agar terlebih dahulu menyelesaikan masalah di tingkat masyarakat, jangan sampai dibawa ke pengadilan, karena ketika sudah masuk pengadilan, pasti antara korban dan pelaku tidak akan damai. Tapi restorative justice itu sebagai pemulihan kembali, jadi setiap antar-korban dan tersangka dipulihkan kembali,” ujarnya, Rabu, 16 Maret 2022.
Sementara, Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyambut baik akan program yang digelar Jaksa Agung. Dia mengatakan, saat ini pihaknya telah meresmikan sebanyak tujuh rumah restorative justice yang tersebar di wilayah Banten.
“Untuk sementara dari 7 Kejari, baru 5 Kejari yang sudah diresmikan, termasuk di wilayah Kejari Kota Tangerang. Peresmian rumah restorative justice ini didukung oleh tiap kepala daerah masing-masing. Sisanya, 2 Kejari itu dalam waktu dekat akan menyusul,” kata Leonard.
Leonard menjelaskan, konsep rumah restorative justice secara filosofi dibentuk dari asas negara pada sila keempat Pancasila. Di mana, lanjutnya, musyawarah mufakat selalu dikedepankan terlebih dahulu.
“Ini mengembalikan kembali musyawarah mufakat di daerah masing-masing. Di situ dihadirkan restorative justice ini ditahap kejaksaan adalah penghentian penuntutan berdasarkan kehadiran,” jelasnya.
Leonard menjelaskan, restorative justice itu bisa dilakukan jika kasus perkara tuntutannya tidak lebih dari 5 tahun. Selain itu, dia menambahkan, harus ada syarat antara kedua belah pihak harus saling memaafkan, untuk mendapatkan restorative justice tersebut.
“Ketika salah satu terdakwa sudah diserahkan kepada kejaksaan, berkasnya sudah P21, maka pihak jaksa wajib melakukan cek yang perkara tuntutannya tidak lebih dari 5 tahun, untuk menggelar restorative justice. Terdakwa juha harus mengakui perbuatannya. Baru nanti bersama tokoh masyarakat dan agama yang ada, untuk melakukan perdamaian,” ungkapnya.
Leonard mengungkapkan, saat ini di wilayah Tangerang, baru Kejari Kota Tangerang saja yang membuat rumah restorative justice, yakni di wilayah Pinang. Dia berharap, Kota Tangerang yang memiliki 13 kecamatan bisa mempunyai minimal satu rumah restorative justice.
“Diharapkan seperti omongan Pak Wali Kota Tangerang (Arief R Wismansyah) di 13 kecamatan akan diadakan rumah restorative justice. Artinya, ini juga untuk masyarakat kok, di mana kedamaian akan lebih ditingkatkan untuk meredam masalah yang timbul. (DAS)