PUSTAKA KOTA, Tangsel – Narkoba bukan hanya berbahaya bagi kesehatan fisik penggunanya, namun ada juga kaitan yang erat antara bahaya narkoba dengan kondisi kejiwaan seseorang. Narkoba dapat memengaruhi kinerja serta fungsi otak dan saraf penggunanya. Dikarenakan hal itu, maka akan timbul gangguan kesehatan jiwa.
Dalam webinar yang diadakan Rumah Sakit Umum kota Tangerang Selatan (RSU Tangsel) bertemakan “Narkoba dan Kesehatan Jiwa” menghadirkan tiga narasumber dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSU Kota Tangsel, yakni dr. Rudy Wijono, Sp.KJ, dr. Azizah Az Zahra, Sp.KJ, M.Kes dan dr. Agus Sofyan Syawaludin, Sp.KJ.
Dalam paparannya, dr. Rudy Wijono, Sp.KJ yang mengangkat tema Pengaruh Kesehatan Mental pada Gangguan Penyalahgunaan Napza mengatakan bahwa Data dari BNN tahun 2017 sekitar 3,5 juta orang menyalahgunakan Napza (penyalahgunaan zat psikoaktif dan alcohol).
“Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009, definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis, maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran; hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan,” katanya.
Dr Rudy juga memaparkan bagaimana pengaruh buruk Napza pada penggunanya, yakni gangguan daya ingat menjadi pelupa, gangguan perasaan (mood) mudah marah, mudah putus asa, menurunnya kemampuan otak untuk menerima, memilah dan mengolah informasi, tidak dapat bertindak rasional, gangguan persepsi (menimbulkan halusinasi dan ilusi), gangguan motivasi (malas belajar, malas bekerja, malas berpikir, berubahnya nilai-nilai yang dianut semula), gangguan kendali diri dan tidak mampu membedakan yang baik dan tidak.
“Pada dasarnya, individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Jadi intinya, gangguan penyalahgunaan Napza adalah bagian dari gangguan mental,” ujarnya.
Kemudian, dr. Azizah Az Zahra, Sp.KJ, M.Kes menyebutkan terkait Psikoterapi Mindfulnes Pada Pasien Gangguan Penyalahgunaan Napza. Menurut dia, ada delapan langkah terapi yang bisa dilakukan agar seseorang dapat terbebas dari Napza, yakni pilot otomatis (automatic pilot), hidup di dalam kepala kita (living in our heads), mengumpulkan pikiran yang tersebar (gathering the scattered mind), mengenali aversi (recognizing aversion), mengizinkan dan membiarkan (allowing and letting be), melihat pikiran sebagai pikiran (thoughts as thoughts), kebaikan dalam tindakan (kindness in action), serta) mempertahankan dan memperluas pembelajaran baru (maintaining and extending new learning).
“Psikoterapi MBCT dapat meningkatkan kesehatan fisik, kesadaran tubuh (body awareness) mengurangi rasa nyeri kronis, kesehatan mental, membiasakan diri memiliki positive mindset untuk hidup sepenuhnya di masa sekarang, tidak menghakimi (non-judgemental), dan menerima (acceptance), kesejahteraan (wellbeing) dan belajar mengenali emosi yang sedang dialami dan melepaskan segala bentuk keterikatan, resiliensi emosi dan regulasi atensi,” ungkapnya.
Sementara itu, dr. Agus Sofyan Syawaluidn, Sp.KJ menjelaskan terkait Peran Religiutas Terhadap Pencegahan Penggunaan Napza. Dikatakannya, adiksi narkoba atau Napza terbukti menimbulkan kerugian baik bagi pecandu dan keluarganya maupun negara.
“Karenanya, agama merupakan faktor protektif terhadap pencegahan penggunaan atau penyalahgunaan narkoba Napza,” kata dr. Agus.
Menurut dr. Agus, dimensi komitmen beragama berupa keyakinan, ritual, penghayatan, pengetahuan dan konsekuensial merupakan variabel yang harus dimiliki oleh individu yang memanfaatkan agama baik dalam proses pencegahanmaupun rehabilitasi adiksi terhadap narkoba atau Napza.
“Intensi merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan komitmen beragama pada proses rehabilitasi adiksi narkoba atau Napza, dan aktivasi perilaku dari religiusitas secara biologi memengaruhi @-Wave dan area Prefrontal Cortex di otak,” imbuhnya. (ADV)
p726y0