PUSTAKA KOTA, Jakarta – Teknologi yang berkembang secara massif di tengah masyarakat, kini telah membawa pola kehidupan manusia menjadi serba digital. Segala aktivitas, mulai dari bekerja, belajar, belanja, hingga hanya sekedar menyapa teman dan keluarga dilakukan di ruang digital.
Tak hanya sampai di situ, meluasnya pengguna digital ini juga membuat pertukaran informasi dan data antar manusia menjadi begitu mudah tanpa adanya pembatas apapun.
Semuanya itu dapat dilakukan hanya dengan sekali ketukan jari melalui berbagai platform digital, seperti halnya sosial media.
Untuk itu, para pengguna dituntut untuk ekstra behati-hati atas setiap aktivitas yang dilakukan di ruang digital. Mengingat, semua itu akan terekam dan sangat sulit untuk dihapus.
Anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha mengutarakan, selain dampak positif, internet juga memiliki dampak negatif seperti berbagai informasi yang tidak terbatas di ruang digital.
Semua data ini terintegrasi membentuk sebuah sistem yang disebut big data. Data-data tersebut digunakan untuk berbagai kepentingan seperti pengembangan aplikasi, bahkan aktivitas kejahatan.
“Dampak negatifnya, di era digital ini membuat ranah privasi seolah-olah hilang. Data pribadi yang tersimpan di internet, membuat seseorang sangat mudah dilacak keberadaannya, kebiasaan mereka, atau hobi,” jelas Syaifullah dalam Webinar bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator : Menjaga Privasi Bersama di Ruang Digital” pada Minggu (3/4/2022).
Menurutnya, penting sekali mengetahui dengan siapa pengguna berbagi informasi sensitif. Hal ini agar mencegah terjadinya ancaman privasi online dari pada mengatur profil seseorang ke akses pribadi, baik di kalangan pemuda dan mahasiswa.
Penyalahgunaan, pencurian, penjualan data pribadi merupakan suatu pelanggaran hukum dalam bidang teknologi informasi dan juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia, karena data pribadi merupakan bagian dari HAM yang harus dilindungi.
Beberapa bentuk pencurian data pribadi, di antaranya seperti carding (credit card fraud), ATM/EDC skimming, hacking, cracking, phising (internet banking fraud).
Kasus itu saat ini telah banyak terjadi di Indonesia. Misalnya kebocoran data BPJS Kesehatan, kebocoran data Tokopedia, hingga penjualan data nasabah oleh BRI Life.
“Beberapa langkah untuk memastikan data pribadi dan privasi kita tetap aman ketika sedang berselancar di dunia digital, yaitu, pertama tidak menyebarkan informasi pribadi seperti foto ktp, NIK, informasi keuangan, hingga password media sosial kepada siapapun. Kedua, menghindari login pada aplikasi atau website yang dianggap mencurigakan, ditakutkan hal itu merupakan ulah hacker untuk mencuri data. Ketiga, meningkatkan literasi mengenai bentuk-bentuk kejahatan siber serta cara menanggulanginya,” paparnya.
Senada dengannya, Tenaga Ahli Wamentan, Khairi Fuady, S.Sos menyebut bahwa siapa yang menguasai data, maka dialah yang akan menguasai dunia. Mereka yang menguasai data, memiliki peran besar di dunia. Salah satunya pekerjaan data analyst menjadi sangat populer belakangan ini karena dibutuhkan ahli untuk membaca sebuah data. Begitu juga dengan big data expert yang dibutuhkan sebagai ahli membaca data-data.
“Sehingga dampak negatifnya, banyak juga yang menyalahgunakan data. Agar menghindari hal-hal tersebut, kita harus memiliki early warning system yang memberikan peringatan agar tidak sembarangan memberikan data pada aplikasi atau website manapun. Kita hanya boleh memberikan data pada aplikasi yang sudah verified. Contohnya jangan berikan data pada aplikasi kredit yang tidak terdaftar di OJK. Termasuk aplikasi gaming, apabila tidak legal, jangan berikan data apapun pada aplikasi tersebut,” terangnya.
Oleh karena itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, B.Sc menyatakan bahwa Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.
“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” pungkasnya.