PUSTAKA KOTA, Tangsel – Kejahatan siber dinilai banyak terjadi seiring perkembangan dunia teknologi. Tak sedikit pengguna digital yang sudah menjadi korbannya.
Untuk diperlukan kewaspadaan dan sistem keamanan agar kejahatan serupa tak terjadi lagi.
Wakil Ketua Komisi I DPRI RI, Bambang Kristiono, memaparkan, bahwa keamanan siber mampu melindungi ekosistem siber, aset-aset perusahaan, maupun perorangan dari serangan-serangan berbahaya yang bertujuan untuk mengganggu kerahasiaan informasi ataupun data yang kita miliki yang sifatnya pribadi.
“Ancaman siber adalah gerakan yang mungkin muncul yang berpotensi menyebabkan maslaah serius. Di mana semua orang dapat terkena dampaknya. Dalam ranah negara misalanya, komponen yang terkomputerisasi itu merupakan bagian dari infrastruktur pemerintah yang terpenting,” terang Bambang dalam Webinar Ngobrol Bareng Legislator bertajuk “Keamanan Siber : Berdigital Dengan Aman” yang berlangsung pada Selasa (7/6/2022).
Berdasarkan data dari Badan Siber Negara, Bambang menyebut, pada tahun 2021 telah terjadi serangan siber sebanyak hampir 1 miliar kali.
“Adapun serangan siber yang paling banyak terjadi yaitu pada bulan Mei 2021, dan maleware menjadi serangan tertinggi pada tahun 2021,” tuturnya.
Dalam hal ini, kata Bambang, kesadaran masyarakat sangat diperlukan. Khususnya dalam memilih informasi yang kredibel, akurat, dan terpercaya.
“Sehingga dengan adanya teknologi ini bisa mendorong kemajuan bersama dan tentunya dengan banyak sosialisasi mengenai pentingnya kesadaran terhadap perkembangan dari teknologi,” lanjut Bambang.
Sebagai wakil rakyat, Bambang menyampaikan bahwa dirinya sangat mendukung setiap upaya pemerintah dalam menanggulangi peraturan atau hukum mengenai keamanan data dari serangan siber.
Sementara itu, pemateri lainnya yang merupakan seorang Penyidik Polri, AKP Abdillah Rifai memaparkan bahwa banyak sekali kasus-kasus serangan siber yang terjadi menyerang data pribadi.
“Ini penting untuk kita pahami agar kita bisa melindungi data pribadi, karena kita semuanya mempunyai data pribadi,” ujar Abdillah.
Untuk menghindari hal itu terjadi, Abdillah mengatakan bahwa setiap pengguna wajib menggunakan data pribadi dengan bijak, khususnya dalam menggunakan aplikasi pinjaman online.
“Data-data yang dikumpulkan itu kita sebut sebagai big data. Dalam big data tersebut menjadi sangat berharga. Namun bagi perusahaan tersendiri itu juga menjadi sebuah keuntungan. Karena dari big data tersebut dapat menemukan ide-ide atau bisnis baru khususnya dalam bidang finansial,” terangnya.
Abdillah mengatakan, data kini disebut sebagai is the new oil. Fenomena ini bisa diartikan bahwa data adalah harta yang berharga pada zaman sekarang.
“Belakang ini kita melihat banyak kasus pinjaman online baik yang legal ataupun yang ilegal. Yang ilegal tentu itu sudah sangat berbahaya dan melanggar hukum, sedangkan yang legal, meskipun dalam pendiriannya sah secara umum, namun dalam bentuk tagihan menggunakan debt collector, seringkali menggunakan cara-cara yang melanggar hukum,” jelasnya.
Maka dari itu, data pribadi sangat penting untuk dilindungi. Tujuannya agar tidak terjadi dalam permasalahan hukum.
“Terkait keamanan data, dalam pemanfaatan pilending memang menimbulkan tantangan terkait data pribadi. Dalam setiap aspek ataupun prosesnya. Salah satu perlindungan data pribadi terkait penggunaan data pribadi tersebut akan diproses. Keamanan data pribadi wajib dilindungi oleh penyelenggara perlindungan data pribadi,” tuturnya.
Menurutnya, pemilik data pribadi memiliki hak data pribadi meskipun sudah diunggah ke aplikasi apapun.
“Di situlah pentingnya kita harus menjaga data pribadi, baik pemerintah maupun legulator, bagaimana bisa menjaga data masyarakat di zaman ini. Kebocoran data itu memang mutlak terjadi di negara kita, oleh karena itu penting perlindungan data dalam sistem elektronik. Dan perusahaan-perusahaan terkait yang mempunyai sitem elektronik yang tentunya berhubungan dengan keuangan, tentunya terdaftar di kominfo dan OJK,” terangnya.
Selain kehati-hatian dan aturan yang mampu melindungi setiap pengguna dari ancaman kejahatan siber, dalam hal ini literasi digital bagi masyarakat juga sangat diperlukan.
Untuk itu, Dirjen Aptika Kemkominfo, Samuel A Pangerapan, B.Sc mengatakan bahwa pihaknya akan menjadi garda terdepan dalam penanaman literasi digital ini kepada masyarakat.
“Karena penggunaan internet perlu dibantu dnegan kapasitas literasi digital yang mumpuni agar masyarakat dapat memanfaatkan dengan produktif, bijak dan tepat guna,” jelasnya.
Sebab jika dilihat dari kondisi yang ada, tingkat literasi digital di Tanah Air kini masih belum mencapai tahap yang lebih baik.
“Saat ini indeks literasi digital Indonesia masih berada pada angka 3,49 dari skala 5, yang artinya, masih dalam kategori sedang belum mencapai tahap yang lebih baik. Angka ini perlu terus kita tingkatkan sehingga menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan litrerasi digital,” pungkasnya.