PUSTAKA KOTA, Jakarta – Perkembangan teknologi dewasa ini telah berkembang guna menunjang pembelajaran jarak jauh (daring). Sistem belajar itu memaksa semua kalangan, terlebih selama masa pandemi Covid-19 sejak 2020 silam.
Namun di sisi lain, sistem belajar daring ini juga menuntut orangtua dan tenaga pendidik untuk terus mengawasi anak atau murid dalam dapat menyaring informasi yang diterima melalui dunia maya ini.
Pasalnya, jika informasi yang diterima adalah hal negatif, dikhawatirkan akan berpengaruh pada pola pikir dan karakter si anak.
Untuk itu, sangat diperlukan suatu pendidikan yang tepat untuk dapat membentengi si anak. Salah satunya, yakni pendidikan terkait karakter Pancasila.
Anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha memaparkan bahwa pendidikan karakter pancasila merupakan menyemai sesuatu yang sesuai dengan fitrah bergantung juga pada lingkungan yang menjadi ruang hidupnya.
Lingkungan yang memberikan ruang hidup yang baik akan menumbuhkembangkan semaian yang baik pula.
“Ekeses pendidikan yang tercermin dari munculnya perilaku intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan (bullying) di sekolah memerlukan pendekatan yang cocok untuk diatasi dengan memperkuat nilai fitrah kemanusiaan,” ujar Syaifullah dalam Webinar yang bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator : Pendidikan Karakter Pancasila dalam Pembelajaran Daring” pada Senin (4/4/2022).
Menurut Syaifullah, dunia pendidikan dasar mampu menyemai tunas-tunas Pancasila merupakan hakikat pendidikan di Indonesia yang akan mempersiapkan karakter dan watak anak didik menjadi pribadi yang mumpuni pada masa depan.
Dengan demikian, kelima dasar Pancasila dinilai merupakan pemahaman yang harus ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Setiap sila tersebut, memiliki ajaran karakter yang beragam dan meliputi seluruh prinsip kehidupan.
“Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Berkebhinekaan global, yaitu mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain. Bergotong royong, yakni kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan,” papar Syaifullah.
“Lalu mandiri, pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri. Kemudian Bernalar kritis, yakni mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya,” sambungnya.
Senada dengannya, Dr. Muhammad Aminullah, M.Hum selaku akademisi Tanah Air menyatakan bahwa pembelajaran sacara daring yang telah masif dijalankan lebih dari dua tahun ini diharapkan dapat memberikan nilai-nilai pembelajaran Pancasila. Hal itu merupakan tanggungjawab bersama.
“Bukan hanya peran guru atau pihak sekolah yang diperlukan tetapi juga dibutuhkan kerja sama serta peran aktif dari orang tua atau lingkungan kehidupan dari siswa tesebut,” katanya.
Oleh karena itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, B.Sc menyatakan bahwa Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.
“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” pungkasnya.