PUSTAKA KOTA, Jakarta – Pemahaman literasi dinilai begitu penting dimiliki setiap orang yang berselancar di dunia maya untuk mampu menentukan perilaku setiap pengguna dalam beraktivitas di dalam ruang digital.
Anggota Komisi I DPR RI, Farah Puteri Nahlia, memaparkan bahwa jalannya era digital seperti dua mata koin. Pertama digitalisasi memberikan dampak yang cukup bermanfaat bagi masyarakat khususnya memfasilitasi akses informasi yang cepat dan mudah ditunjang perkembangan teknologi.
Nemun di sisilainnya, peredaran informasi di era digital yang cepat tidak disertai dengan jaminan informasi tersebut tepat. Sehingga turut membawa permasalahan tersendiri bagi bangsa Indonesia.
“Maraknya penggunaan media sosial sebagai arus utama pencarian informasi turut menjadikan permasalahan sendiri, fenomena ini kerap disebut dengan banjir informasi, yaitu suatu situasi ketika para konsumen informasi gagal dalam memproses informasi lebih lanjut antara masuknya jumlah informasi yang banyak, baik dari sisi volume maupun jumlah,” jelasnya.
Farah memaparkan, berdasarkan data Kementerian Kominfo menunjukkan terdapat 8.499 isu hoaks. Tiga besar isu hoaks yang menerpa masyarakat terkait bidang politik, pemerintah, dan kesehatan.
Sementara itu, lanjut Farah, kondisi literasi digital di Indonesia menurut data dari katadata bekerjasama dengan Kementerian Kominfo, secara nasional indeks literasi digital di 34 provinsi belum sampai level baik. Dari skor 5 turun menjadi 3,47.
“Dampak literasi digital yang belum baik di tengah peredaran hoaks, pertama Indonesia sebuah bangsa yang plural memiliki kemajemukan sebagai suatu ciri khas karakter bangsa,” kata Farah.
“Kedua, permasalahan kemajemukan turut mengandung potensi konflik yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan bangsa. Ketiga, semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi tantangan di ruang digital semakin besar terutama dengan merebaknya hoaks,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Studi Kajian Ketahanan Nasional, Bimo Nugroho melanjutkan, rendahnya literasi digital ini dapat mengancam kemajemukan bangsa. Dampak dari hal ini masyarakat dapat menelan mentah-mentah informasi hoaks yang tidak jelas sumbernya.
Atas hal itu, menurutnya aktualisasi terhadap wawasan kebangsaan sangat diperlukan agar menumbuhkan rasa cinta terhadap negara dan masyarakat yang dilandasi pada kecintaan pada kesatuan bangsa.
“Jadikanlah keberagaman yang dimiliki bangsa sebagai anugrah dengan dilandasi rasa kesatuan dan persatuan. Kita juga harus meningkatkan literasi digital dengan positif dan dimulai dari hal kecil terlebih dahulu,” ungkapnya.
Oleh karenanya, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, Kementrian Kominfo mengemban mandat dari Presiden Joko Widodo sebagai garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia.
Dalam mencapai visi dan misi tersebut kementrian kominfo memiliki peran sebagai legulator, fasilitator, dan ekselerator dibidang digital Indonesia.
Dalam rangka menjalankan salah satu mandat tersebut terkait pengembangan SDM digital kementrian Kominfo bersama gerakan nasional, litasi digital, cyber kreasi, serta mitra dan jejaringnya hadir untuk memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan digital pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12juta masyarakat Indonesia,” tutupnya.