Saat Sosial Media Bisa Penuh Toleransi karena Tanpa Bullying hingga Aksi Intoleran

  • Whatsapp
Ilustrasi sosial media

PUSTAKA KOTA, Jakarta, – Perkembangan teknologi dalam hal sebuah sosial media ini memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam mendapat hingga pertukaran informasi tanpa sekat dan batasan.

Namun tak jarang keberadaan sosial media ini dinilai mengakibatkan perubahan prilaku pada sebagaian orang, khususnya generasi milenial.

Read More

Direktur Komunikasi Perdana Syndicate Pangeran Nurdin Ahmad mengatakan, masyarakat Indonesia tercatat merupakan pengguna internet terbesar karena ada 96 persen orang yang memiliki smartphone.

“Sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan internet lebih dari 8 jam dan 3 jam dalam sehari yang digunakan untuk mengakses sosial media,” ujar Nurdin dalam webinar
bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator : Sosial Media Indah dan Penuh Toleransi”, Jumat (01/04/2022).

Sepanjang penggunaan sosial media itu, masyarakat dinilai kerap melakukan suatu tindakan yang tak terkontrol hingga dapat menghilangkan toleransi dalam komunikasi.

Dengan demikian, sangatlah diperlukan untuk menanamkan filter pada pribadi masing-masing sebelum melakukan penyebaran pesan.

“Kedua itu no hate speech, perlakukan sosial media seperti kita bersosisalisasi seperti kita bersosialisasi seperti biasa. Edukasi safety and privacy,” kata Nurdin.

Ada sejumlah cara untuk menekan intoleransi, di antaranya membangun rational public discourse, menghindari bullying terhadap perbedaan pendapat dan tidak memberikan ruang berkembang bagi pendapat yang intoleran.

“Serta tidak melakukan banning (pemblokiran) terhadap tindakan intoleran hanya akan membuat individu yang intoleran merasa benar dan mencari wadah media sosial baru tetapi mematahkan argumennya dahulu dan menjelaskan tindakan intoleransinya,” kata Nurdin.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Kresna Dewanata Prosahk memaparkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling toleran.

Dia pun mengimabu kepada masyarakat untuk tak memberikan peluang bagi kaum-kaum intoleran yang dapat mengganggu.

“Salah satunya yaitu adu domba, menggunakan isu-isu gama dan ras. Jangan sampai kita menjadi bagian tersebut. Mari kita gunakan media sosial dengan baik,” kata Kresna.

Sedangkan Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, menambahkan, Kementerian Kominfo dapat berperan sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator kepada masyarakat guna bisa menggunakan media sosial yang positif.

Hingga tahun 2021 program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital,” kata Samuel.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *